Sabtu, 24 November 2012

analysis artikel


Bagaimana Proses Pembentukan Karakter Anak
Dalam perkembangannya anak pasti akan mengalami yang dinamakan pembentukan karakter. Kira-kira anda sudah faham belum tentang Karakter anak?. Kalau belum anda bisa review artikel sebelumnya tentang karakteristik anak usia dini. Sebagai orang tua ataupun sebagai seorang pendidik di pendidikan anak usia dini atau biasa disingkat dengan paud, begitu juga pendidik di jenjang taman kanak-kanak ataupun sekolah dasar akan cenderung menemui yang dinamakan proses pembentukan karakter anak. Untuk lebih memahami tentang proses pembentukan karakter anak, anda bisa membaca gambaran dan ilustrasi dibawah ini.

Suatu hari seorang anak laki-laki sedang memperhatikan sebuah kepompong, eh ternyata di dalamnya ada kupu-kupu yang sedang berjuang untuk melepaskan diri dari dalam kepompong. Kelihatannya begitu sulitnya, kemudian si anak laki-laki tersebut merasa kasihan pada kupu-kupu itu dan berpikir cara untuk membantu si kupu-kupu agar bisa keluar dengan mudah. Akhirnya si anak laki-laki tadi menemukan ide dan segera mengambil gunting dan membantu memotong kepompong agar kupu-kupu bisa segera keluar dari sana. Alangkah senang dan leganya si anak laki laki tersebut.Tetapi apa yang terjadi? Si kupu-kupu memang bisa keluar dari sana. Tetapi kupu-kupu tersebut tidak dapat terbang, hanya dapat merayap. Apa sebabnya?
Ternyata bagi seekor kupu-kupu yang sedang berjuang dari kepompongnya tersebut, yang mana pada saat dia mengerahkan seluruh tenaganya, ada suatu cairan didalam tubuhnya yang mengalir dengan kuat ke seluruh tubuhnya yang membuat sayapnya bisa mengembang sehingga ia dapat terbang, tetapi karena tidak ada lagi perjuangan tersebut maka sayapnya tidak dapat mengembang sehingga jadilah ia seekor kupu-kupu yang hanya dapat merayap.
Itulah potret singkat tentang pembentukan karakter anak, akan terasa jelas dengan memahami contoh kupu-kupu tersebut. Seringkali orangtua dan guru, lupa akan hal ini. Bisa saja mereka tidak mau repot, atau kasihan pada anak. Kadangkala Good Intention atau niat baik kita belum tentu menghasilkan sesuatu yang baik. Sama seperti pada saat kita mengajar anak kita. Kadangkala kita sering membantu mereka karena kasihan atau rasa sayang, tapi sebenarnya malah membuat mereka tidak mandiri. Membuat potensi dalam dirinya tidak berkembang. Memandulkan kreativitasnya, karena kita tidak tega melihat mereka mengalami kesulitan, yang sebenarnya jika mereka berhasil melewatinya justru menjadi kuat dan berkarakter.
Ada satu anekdot yang sering saya sampaikan pada rekan saya, ataupun peserta seminar. Enak mana makan mie instant dengan mie goreng seafood? Umumnya mereka yang suka mie pasti tahu jika mie goreng seafood jauh lebih enak dari mie goreng instant yang hanya bisa dimasak tidak kurang dari 3 menit. Apa yang membedakan enak atau tidaknya dari masakan mie tersebut? Prosesnya!
Sama halnya bagi pembentukan karakter seorang anak, memang butuh waktu dan komitmen dari orangtua dan sekolah atau guru (jika memprioritaskan hal ini) untuk mendidik anak menjadi pribadi yang berkarakter. Butuh upaya, waktu dan cinta dari lingkungan yang merupakan tempat dia bertumbuh, cinta disini jangan disalah artikan memanjakan. Jika kita taat dengan proses ini maka dampaknya bukan ke anak kita, kepada kitapun berdampak positif, paling tidak karakter sabar, toleransi, mampu memahami masalah dari sudut pandang yang berbeda, disiplin dan memiliki integritas (ucapan dan tindakan sama) terpancar di diri kita sebagai orangtua ataupun guru. Hebatnya, proses ini mengerjakan pekerjaan baik bagi orangtua, guru dan anak jika kita komitmen pada proses pembentukan karakter.
Kembali ke pembentukan karakter anak, ingat segala sesuatu butuh proses. Mau jadi jelek pun butuh proses. Anak yang nakal itu juga anak yang disiplin lho. Tidak percaya? Dia disiplin untuk bersikap nakal. Dia tidak mau mandi tepat waktu, bangun pagi selalu telat, selalu konsisten untuk tidak mengerjakan tugas dan wajib tidak menggunakan seragam lengkap.
Ada satu kunci untuk menanamkan kebiasaan, ada hukumnya dan hukum itu bernama hukum 21 hari, dalam pembentukan karakter erat kaitannya dengan menciptakan kebiasaan yang baru yang positif. Dan kebiasaan akan tertanam kuat dalam pikiran manusia setelah diulang setiap hari selama 21 hari. Misalnya Anda biasakan anak sehabis bangun tidur untuk membersihkan tempat tidurnya, mungkin Anda akan selalu mengingatkan dan mengawasi dengan kasih sayang (wajib, dengan kasih sayang) selama 21 hari. Tetapi setelah lewat 21 hari maka kebiasaan itu akan terbentuk dengan otomatis. Nah, kini kebiasaan positif apa yang hendak anda tanamkan kepada anak, pasangan dan diri Anda? Anda sudah tahu caranya dan tinggal melakukan saja. Sukses dalam pembentukan karakter anak anda yang terus diperbarui.


ANALISIS ARTIKEL
Jadi dalam artikel di atas disebutkan bahwa pembentukan karakter pada anak usia dini membutuhkan waktu, disini artinya jika anak ingin berkembang dan berkarakter yang baik seperti yag kita inginkan, maka kita seharusnya besabar menunggu anak untuk mengerjakan sesuatu secara mandiri walaupun itu akan membutuhkan waktu agar anak mahir melakukannya. Dalam artikel di atas dicontohkan anak yang menggunting kepompong agar kupu kupu dapat keluar, akan tetapi kupu kupu tidak dapat terbang mekippun telah keluar dari kepompong. Artinya disini adalah walaupun kita berniat baik untuk membantu anak mengerjakan kegiatan yang sedang mereka lakukan tapi mereka tidak akan pernah belajar tentang apa yang mereka lakukan. Contohnya bila anak dibiasakan untuk memasang kancing baju sendiri maka dia akan belajar dari kesalahannya sendiri dan berusaha untuk memperbaikinya sendiri, karena ia sudah pernah mengalami hal yang sama. Inilah yang dinamakan proses. Jika kita sebagai guru atau orangtua langsung membantu anak, maka anak tidak akan belajar dan tidak akan tahu kesalahan mereka dimana karena semua sudah dikerjakan oleh orangtuanya, sehingga karakter anak akan terbentuk menjadi anak yang manja dan selalu mengandalkan orang lain dalam mengerjakan pekerjaannya
Dalam artikel ini juga dijelaskan bagaimana menanamkan kebiasaan baik pada anak, penulis menamakannya dengan hokum 21 hari. Cara ini dinamakan hukum 21 karena kegiatan yang dilakukan berlangsung selama 21 hari. Penulis mencontohkan anak yang dibiasakan untuk membersihkan tempat idurnya sendiri setelah bangun dari tidur, menjelang hari ke 21 orang tua selalu mengingakan anak untuk memmbersihkan tempat tidunya, akan tetapi setelah hari ke 21 maka anak akan terbiasa untuk melakukan hal yang telah Ia lakukan berulang ulang tersebut dengan sendiri tanpa perinah dai orangtuanya.
Kita juga dapat melakukan hal yang sama dalam hal membiasakan anak untuk meletakkan sepatunya pada rak yang telah disediakan, setelah 21 hai maka anak akan tebia untuk merapikan sepatunya dan meletakkan di tempat yang semestinya
Dari cara tersebut maka karakter mandiri anak akan terbangun sejak dini dan sewaktu dewasa anak telah terbiasa melakukan hal hal yang baik, karena ia telah dibiasakan sejak dini tentang kebiasaan yang baik tersebut

Tidak ada komentar:

Posting Komentar