Bagaimana
Proses Pembentukan Karakter Anak
Dalam perkembangannya
anak pasti akan mengalami yang dinamakan pembentukan karakter. Kira-kira anda
sudah faham belum tentang Karakter anak?. Kalau belum anda bisa review artikel
sebelumnya tentang karakteristik anak usia dini. Sebagai orang tua ataupun
sebagai seorang pendidik di pendidikan anak
usia dini atau biasa disingkat dengan paud, begitu juga
pendidik di jenjang taman kanak-kanak ataupun sekolah dasar akan
cenderung menemui yang dinamakan proses pembentukan karakter anak. Untuk lebih
memahami tentang proses pembentukan karakter anak, anda bisa membaca gambaran
dan ilustrasi dibawah ini.
Suatu hari
seorang anak laki-laki sedang memperhatikan sebuah kepompong, eh
ternyata di dalamnya ada kupu-kupu yang sedang berjuang untuk melepaskan diri
dari dalam kepompong. Kelihatannya begitu sulitnya, kemudian si anak laki-laki
tersebut merasa kasihan pada kupu-kupu itu dan berpikir cara untuk membantu si
kupu-kupu agar bisa keluar dengan mudah. Akhirnya si anak laki-laki tadi
menemukan ide dan segera mengambil gunting dan membantu memotong kepompong agar
kupu-kupu bisa segera keluar dari sana. Alangkah senang dan leganya si anak
laki laki tersebut.Tetapi apa yang terjadi? Si kupu-kupu memang bisa keluar
dari sana. Tetapi kupu-kupu tersebut tidak dapat terbang, hanya dapat merayap.
Apa sebabnya?
Ternyata
bagi seekor kupu-kupu yang sedang berjuang dari kepompongnya tersebut, yang
mana pada saat dia mengerahkan seluruh tenaganya, ada suatu cairan didalam
tubuhnya yang mengalir dengan kuat ke seluruh tubuhnya yang membuat sayapnya
bisa mengembang sehingga ia dapat terbang, tetapi karena tidak ada lagi
perjuangan tersebut maka sayapnya tidak dapat mengembang sehingga jadilah ia
seekor kupu-kupu yang hanya dapat merayap.
Itulah
potret singkat tentang pembentukan karakter anak, akan terasa jelas
dengan memahami contoh kupu-kupu tersebut. Seringkali orangtua dan guru, lupa
akan hal ini. Bisa saja mereka tidak mau repot, atau kasihan pada anak.
Kadangkala Good Intention atau niat baik kita belum tentu menghasilkan sesuatu
yang baik. Sama seperti pada saat kita mengajar anak kita. Kadangkala kita
sering membantu mereka karena kasihan atau rasa sayang, tapi sebenarnya malah
membuat mereka tidak mandiri. Membuat potensi dalam dirinya tidak berkembang.
Memandulkan kreativitasnya, karena kita tidak tega melihat mereka mengalami
kesulitan, yang sebenarnya jika mereka berhasil melewatinya justru menjadi kuat
dan berkarakter.
Ada satu
anekdot yang sering saya sampaikan pada rekan saya, ataupun peserta seminar.
Enak mana makan mie instant dengan mie goreng seafood? Umumnya mereka yang suka
mie pasti tahu jika mie goreng seafood jauh lebih enak dari mie goreng instant
yang hanya bisa dimasak tidak kurang dari 3 menit. Apa yang membedakan enak
atau tidaknya dari masakan mie tersebut? Prosesnya!
Sama halnya
bagi pembentukan karakter seorang anak, memang butuh
waktu dan komitmen dari orangtua dan sekolah atau guru (jika memprioritaskan
hal ini) untuk mendidik anak menjadi pribadi yang berkarakter. Butuh upaya,
waktu dan cinta dari lingkungan yang merupakan tempat dia bertumbuh, cinta
disini jangan disalah artikan memanjakan. Jika kita taat dengan proses ini maka
dampaknya bukan ke anak kita, kepada kitapun berdampak positif, paling tidak
karakter sabar, toleransi, mampu memahami masalah dari sudut pandang yang
berbeda, disiplin dan memiliki integritas (ucapan dan tindakan sama) terpancar
di diri kita sebagai orangtua ataupun guru. Hebatnya, proses ini mengerjakan
pekerjaan baik bagi orangtua, guru dan anak jika kita komitmen pada proses
pembentukan karakter.
Kembali ke pembentukan
karakter anak, ingat segala sesuatu butuh proses. Mau jadi jelek pun butuh
proses. Anak yang nakal itu juga anak yang disiplin lho. Tidak percaya? Dia
disiplin untuk bersikap nakal. Dia tidak mau mandi tepat waktu, bangun pagi
selalu telat, selalu konsisten untuk tidak mengerjakan tugas dan wajib tidak
menggunakan seragam lengkap.
Ada satu
kunci untuk menanamkan kebiasaan, ada hukumnya dan hukum itu bernama hukum 21
hari, dalam pembentukan karakter erat kaitannya dengan menciptakan kebiasaan
yang baru yang positif. Dan kebiasaan akan tertanam kuat dalam pikiran manusia
setelah diulang setiap hari selama 21 hari. Misalnya Anda biasakan anak sehabis
bangun tidur untuk membersihkan tempat tidurnya, mungkin Anda akan selalu
mengingatkan dan mengawasi dengan kasih sayang (wajib, dengan kasih sayang)
selama 21 hari. Tetapi setelah lewat 21 hari maka kebiasaan itu akan terbentuk
dengan otomatis. Nah, kini kebiasaan positif apa yang hendak anda tanamkan
kepada anak, pasangan dan diri Anda? Anda sudah tahu caranya dan tinggal
melakukan saja. Sukses dalam pembentukan karakter anak anda yang terus
diperbarui.
ANALISIS ARTIKEL
Jadi dalam artikel di atas
disebutkan bahwa pembentukan karakter pada anak usia dini membutuhkan waktu,
disini artinya jika anak ingin berkembang dan berkarakter yang baik seperti yag
kita inginkan, maka kita seharusnya besabar menunggu anak untuk mengerjakan
sesuatu secara mandiri walaupun itu akan membutuhkan waktu agar anak mahir
melakukannya. Dalam artikel di atas dicontohkan anak yang menggunting kepompong
agar kupu kupu dapat keluar, akan tetapi kupu kupu tidak dapat terbang mekippun
telah keluar dari kepompong. Artinya disini adalah walaupun kita berniat baik
untuk membantu anak mengerjakan kegiatan yang sedang mereka lakukan tapi mereka
tidak akan pernah belajar tentang apa yang mereka lakukan. Contohnya bila anak
dibiasakan untuk memasang kancing baju sendiri maka dia akan belajar dari
kesalahannya sendiri dan berusaha untuk memperbaikinya sendiri, karena ia sudah
pernah mengalami hal yang sama. Inilah yang dinamakan proses. Jika kita sebagai
guru atau orangtua langsung membantu anak, maka anak tidak akan belajar dan tidak
akan tahu kesalahan mereka dimana karena semua sudah dikerjakan oleh
orangtuanya, sehingga karakter anak akan terbentuk menjadi anak yang manja dan
selalu mengandalkan orang lain dalam mengerjakan pekerjaannya
Dalam artikel ini juga dijelaskan
bagaimana menanamkan kebiasaan baik pada anak, penulis menamakannya dengan
hokum 21 hari. Cara ini dinamakan hukum 21 karena kegiatan yang dilakukan
berlangsung selama 21 hari. Penulis mencontohkan anak yang dibiasakan untuk
membersihkan tempat idurnya sendiri setelah bangun dari tidur, menjelang hari
ke 21 orang tua selalu mengingakan anak untuk memmbersihkan tempat tidunya,
akan tetapi setelah hari ke 21 maka anak akan terbiasa untuk melakukan hal yang
telah Ia lakukan berulang ulang tersebut dengan sendiri tanpa perinah dai
orangtuanya.
Kita juga dapat melakukan hal yang
sama dalam hal membiasakan anak untuk meletakkan sepatunya pada rak yang telah
disediakan, setelah 21 hai maka anak akan tebia untuk merapikan sepatunya dan
meletakkan di tempat yang semestinya
Dari cara tersebut maka karakter
mandiri anak akan terbangun sejak dini dan sewaktu dewasa anak telah terbiasa
melakukan hal hal yang baik, karena ia telah dibiasakan sejak dini tentang
kebiasaan yang baik tersebut
Tidak ada komentar:
Posting Komentar